BAKN Gali Masukan dari Akademisi Undip terkait Permasalahan Agraria
Ketua BAKN DPR RI Wahyu Sanjaya saat memimpin kunjungan kerja BAKN ke Universitas Diponegoro. Foto: Eko/nvl
Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Wahyu Sanjaya memimpin kunjungan kerja BAKN ke Universitas Diponegoro guna penelaahan teerkait permasalahan agraria, tata ruang, dan pertanahan nasional. BAKN menyoroti soal pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian ATR/BPN TA 2019. Dalam laporan tersebut, BPK RI mengungkapkan terdapat 7 temuan, 13 permasalahan, dan 20 rekomendasi. Salah satunya terdapat permasalahan yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp225,53 juta.
Wahyu menyampaikan, selain pemeriksaan atas laporan keuangan, BPK RI juga telah melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (DTT) dan Pemeriksaan Kinerja pada Kementerian ATR/BPN. Hasil Pemeriksaan DTT atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelayanan Pertanahan PNBP Tahun Anggaran 2017 semester I pada Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan Kementerian ATR/BPN menunjukkan adanya permasalahan yang signifikan.
"Antara lain, permohonan atas pelayanan survei, pengukuran dan pemetaan tidak sesuai dengan luas bidang tanah yang sesungguhnya; dan tarif biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi atas pelayanan pengukuran dan pemetaan batas belum diatur dalam peraturan," papar Wahyu di hadapan para pakar agraria Undip, Semarang, Rabu (10/11/2021).
Wahju menjelaskan, BAKN minta masukan dari para akademisi dengan alasan bebas dari kepentingan, bisa melihat permasalahan secara jernih dengan sudut pandang aturan yang berlaku dan ilmu pengetahuan. BAKN juga menjadikan saran dan masukan dari pakar agraria sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan.
Adapun permasalahan lain yang terungkap yakni, hasil Pemeriksaan Kinerja atas kegiatan Redistribusi Tanah Objek Landreform (TOL) tahun 2015 semester I. Dengan permasalahan antara lain, peraturan-peraturan terkait Redistribusi TOL ada yang tidak relevan dan tidak dapat diimplementasikan dengan kondisi saat ini.
Terdapat beberapa sertifikat penerima Redistribusi TOL yang tidak mempunyai warkah tanah, pelaksanaan kegiatan redistribusi TOL hanya merupakan kegiatan legalisasi aset, dan belum meningkatkan kesejahteraan petani, dan kenaikan pendapatan per personal income masyarakat subjek reforma agraria sebagai indikator kinerja utama sasaran program pada Ditjen Penataan Agraria tidak tepat. (eko/es)